Hari ini hari
yang sangat cerah menurutku. Hari bersejarah. Akhirnya aku khatam membaca Dilan
jilid kedua. Waktu terasa begitu cepat. Mengingat mundur, saat pertama kali aku
mengetahui Dilan dari Bang Soni, kemudian lama aku tidak bertemu lagi dengan
Dilan.. sampai akhirnya takdir mempertemukanku dengan Dilan saat Riki
membelinya.
Bagiku, sulit
rasanya untuk tidak jatuh cinta dengan Dilan dan terpesona dengan Milea. Setelah
kubuka 3-4 halaman Dilan dan kutaro kembali di meja belajar Riki. Sampai pada
akhirnya ketika orang-orang mulai ramai membicarakannya, dan disitu pulalah
keinginanku muncul kembali untuk membaca Dilan.
Bedanya kali
ini, aku tidak hanya berapi-api membaca 3-4 halaman saja. Lebih dari itu, aku
merasakan adanya suatu pesona –entah darimana datangnya- yang berhasil
membuatku jatuh cinta, dengan halaman-halaman berikutnya (tentu saja aku tidak
akan menyebut Dilan karena Dilan bagiku hanya milik TuhanNya dan Milea). Baru
saja setengah buku kunikmati, saat aku mampir ke toko buku –dan aku bingung
harus membeli buku apa karena begitu banyak buku satir yang jika kubeli hanya
akan memberatkan otakku saja- aku melihat Milea dalam cover Dilan : Dia adalah
Dilanku tahun 1991, Jilid kedua.
Selesai membaca
Dilan bercover biru, sungguh.. ada emosi lain yang kurasakan. Aku semakin
merasa bahwa Dilan dan Milea bukan sekedar ada. Tapi mereka hidup. Dalam hati
pembacanya. Mereka begitu nyata, dalam isi kepala kita.. pembacanya. Khawatir
membaca Dilan jilid kedua membuat nagih, karena cover biru saja sudah cukup
membuatku dan seluruh aliran darahku terlalu nge-fans dengan Dilan! Maafkan aku
Milea..
Karuan saja,
tanteku sempat memberikan spoiler –sedikit- bahwa Dilan jilid kedua : sedih.
Dan benar saja. Hari ini, aku sudah berhasil mengkhatamkan Dilan. Dan semua
rasanya menjadi satu. Tak dapat kupungkiri dan benar saja jika banyak dari
pembaca yang merasa bahwa sang penulis membuat emosi pembacanya ikut hadir
dalam plot cerita.
Aku ikut
merasakan bagaimana keadaan jalan Buah Batu tahun 1990-1991. Aku ikut merasakan
kehadiran Milea (yang ntah sekarang dimana) saat aku mengarungi jalan Macan dan
menoleh ke arah Mih Kocok Mang Dadeng. Selalu, aku berusaha melihat satu per
satu secara detail deretan rumah-rumah didepan Rumah Sakit Muhammadiyah itu.
“Yang mana ya rumahnya Milea?”
Ke-apik-an
penulis untuk menggambarkan rute, keadaan, kondisi dan gambaran dulu dan masa
kini terhadap tempat kejadian bersejarah Dilan dan Milea tentu saja membuat
kita ikut merinding. Right? Penulis menurut saya berhasil mengemas kisah klasik
cinta remaja SMA dengan konflik yang sungguh nyata dan kita yang membacanya
tidak eneg untuk membayangkannya.
Kebetulan,
karena Mamaku berasal dari sumatera dengan suku jawa melayu maka aku seringkali
membayangkan bagaimana jika sosok Bunda benar-benar ada. Terkadang pula, aku
seringkali bertanya, sosok Wati-Piyan-Rani.. saat ini seperti apa dan mereka
siapa sebenarnya?
Jangan
Tanya tentang penasarannya aku bagaimana aslinya Dilan dan Milea ya. Karena aku
sungguh tak tahu. Aku sadar bahwa segala jenis identitas dalam tokoh sebuah
buku adalah batasan dan hak yang dimiliki oleh sang penulis. Aku pun tahu bahwa
itu semua disamarkan (jika memang mereka ada dan nyata-bukan fiksi. Red) untuk
menjaga kredibilitas atau hajat hidup orang yang bersangkutan.
Terlebih
jika memang yang diceritakannya itu seperti kehidupan masa lalu penulis (jika
memang benar.) dan aku sangat setuju dengan Ayah Pidi tetang salah satu
quotenya : cinta itu indah..jika bagimu tidak mungkin kau salah milih pasangan.
Well,
terimakasih Dilan. Kau membuat aku membayangkan bagaimana rasanya menjadi
seorang Milea. Yang pernah menerima kado berupa buku TTS –yang sudah diisi-,
menerima coklat dari orang-orang yang tidak kamu kenal dengan berbagai macam
profesi mereka, menerima dan ikut menandatangani surat bermaterai yang berisi
deklarasi jadian dengan Dilan, pernah memiliki pacar yang super duper gentle
dan dia tiada lain tiada bukan adalah seorang panglima tempur geng motor,
pernah menjadi cewek bandung dengan pacar yang keren (saat itu), dan lebih
tepatnya lagi : kenal dengan Dilan! Yang aku yakini, kau-Milea.. tidak akan
ernah menyesal melalui hari dengannya..
(Buat yang penasaran dengan Dilan, langsung saja ke toko buku terdekat (ya harus yang dekat lah ya, kalo jauh namanya LDR.) dan siap-siaplah untuk terpesona dengannya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar