Selasa, 26 November 2013

Kinara : Aku Bahagia Dengan Caraku Sendiri

Pagi itu Adit terburu-buru. Tidak seperti biasanya. Hari ini ia pun lupa mencium kening istrinya, Hana. Meski begitu, Hana tak pernah sedikit pun kesal dengan tingkah suaminya hari itu. Dia menyibukkan diri dengan perlengkapan sekolah Rizky, anak mereka satu-satunya yang kini duduk di kelas 5 SD. Selain itu masih banyak kotak-kotak barang yang belum dibereskan. Maklum, keluarga ini baru saja pindah ke Jakarta.
            Hana paham benar dengan sikap Adit hari itu. Ia tak pernah sedikit pun marah atau kesal. Karena ia tau pasti alasan Adit bersikap demikian. Adit hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk lebih mengerti, terkadang hidup tak sesuai dengan rencana. Hana tak pernah menyesal menikah dengan Adit, karena sejauh iini yang Hana tau adalah bahwa Adit selalu berusaha menyenangkan dirinya sebagai istri dan anak mereka Rizky. Adit tak pernah sedikitpun melakukan tindakan-tindakan aneh diluar nalarnya sebagai orang yang terdekat dengan Adit.
Adit juga adalah imam yang baik. Bagi Hana, Adit adalah seorang pemimpin keluarga yang bertanggung jawab atas dia dan anaknya. Adit cukup respect dengan menyekolahkan Rizky di sekolah full day dengan kelas agama yang lebih dari sekolah biasanya. Pun, ketika mereka pindah ke Jakarta.. Adit turut selektif memasukkan Rizky di sekolah yang menjadi pilihannya.
            Di kantor pun Adit adalah seorang manajer keuangan yang menggenggam kepercayaan dari banyak pihak. Ia tak pernah ingkar. Dan selalu berperilaku sopan, untuk itulah Hana mencintai Adit sepenuh hati. sekali lagi, Hana tak pernah sedikitpun meminta Adit bercerita banyak tentang masalah yang dihadapinya di kantor maupun di lingkungan polo, olahraga yang digemari Adit baru-baru ini –jika Adit yang tidak bercerita sendiri.
            Hana mengantar Adit sampai didepan pintu mobilnya. Lambaian tangan Hana mengantar Adit yang hanya membalasnya dengan senyuman. Adit yang terlihat kalut akhirnya keluar lagi dari mobilnya. Menghampiri Hana dan mengecup kening istrinya itu.
“I love you, Bun.”, ucapnya.
Hana menjawab pelan, dan mungkin tidak terdengar oleh Adit : “Love you too, Ayah.”
            Sepanjang perjalanan ke kantornya, Adit tak sedikitpun melirik jam tangannya. Sudah tak ada waktu lagi, pikirnya. Akhirnya ia pun membelokkan arah setir mobilnya. Ia kini bukan menuju ke arah kantornya. Jalan yang diambilnya menuju Bandung. Ya, Bandung. Tanpa persiapan, dan tanpa pikir panjang.
            Perjalanan selama menuju Bandung hanya ditempuh Adit kurang lebih 2 jam saja. Gerbang Tol Pasteur dan ucapan selamat datang di Bandung menyambut Adit tepat jam setengah sepuluh. Adit tak kuasa menahan rasa yang perlahan membuncah seiring dengan semakin dekat dengan tempat yang ia tuju.
            Adit memasuki pekarangan rumah yang tidak berpagar namun asri itu. Adit keluar dari mobilnya dan berdiri di dekat teras rumah itu. Pintunya terbuka, karpet pun digelar di ruang keluarga sampai ke belakang. Pasti ada orang pikirnya.
“Assalamualaikum..”
Belum ada jawaban.
“Assalamualaikum...”
            Tak berapa lama, seorang ibu paruh baya keluar. Nampaknya ia hendak pergi. Dandanannya necis dan rapi. Ia tersenyum lebar begitu mengetahui Adit yang datang. Namun ia juga sedikit menyembunyikan rasanya. Rasa hambar saat tahu pasti siapa yang hendak Adit temui.
“Ibu..”, pekik Adit
“Nak Adit.. Kinara sudah pergi.”

            Adit terhentak. Badannya lemas. Ia kini sadar sepenuhnya, Kinara adalah sesuatu yang sangat berharga. Bukan hanya bagi dirinya. Tetapi juga bagi anaknya, Rizky. Dan separuh hidupnya. Perasaan Adit kini berkecamuk. Tak mungkin pergi begitu saja. Ia harus kuat. Sampai nanti, saat Rizky mengerti bahwa Kinara adalah bentuk sebuah cinta yang tak akan pernah sirna begitu saja...